Jika Aku Pergi

Hei, jika aku pergi, tak perlu menangis. Kamu kan tahu aku paling benci air mata. Bukan karena aku mencoba untuk kuat. Tapi aku pasti akan terisak lebih keras, bahkan lebih berduka dibanding kamu.

Aku akan pergi dalam diam. Ini caraku untuk menjagamu. Menghilang dalam senyap, ibarat asap. Memang terasa sesak, tapi lihatlah sisi baiknya. Setelah ini, kamu bisa berlari lebih kencang, berteriak lebih lantang, dan mengejar mimpimu yang masih panjang.

Maaf aku pergi dengan cara seperti ini. Entah ini takdir atau nasib. Tapi pada intinya, keduanya tidak pernah aku mau. Aku hanya pion yang pada masanya akan keluar dari papan catur pertarungan hidup. Selalu ada yang menang dan kalah. Kamu tahu kan aku sejatinya tak pernah ingin menyerah? Tapi aku tak sadar, ternyata jiwaku lelah.

Jadi, ketika bunga-bunga ditaburkan, ketika doa-doa dilayangkan, ketika langkah-langkah meninggalkan, teruslah hidup. Aku akan terus ada. Di setiap senyum yang kamu pasang di cermin, di setiap syair yang pernah aku ceritakan, di setiap helai air yang berguguran, dan di setiap detak jantungmu yang Tuhan hembuskan.

Aku tidak mati, aku hanya pergi. Berkelana seorang diri seperti yang selalu menjadi ‘seandainya aku bernyali’ dalam hidupku. Sampai nanti, ya. Janji kita akan bertemu lagi. Di masa ini atau nanti. (*)

Dimas-Novriandi_black_high-res

2 thoughts on “Jika Aku Pergi”

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.