Jangan Hujan Dulu, Aku Belum Cerita

Jangan hujan dulu, aku belum cerita. Tentang trotoar di pinggir jalan itu. Kamu ingat kan ketika titik-titik air mulai jatuh dan kita berlari kencang berkejaran, tak peduli sepatumu mulai berubah warna menjadi kecoklatan karena tumpukan tanah yang mulai basah? Aku tertawa lepas sambil mengambil sehelai tisu kering dan memberikan kepadamu. Kamu bergegas mengelap beberapa titik air di kacamatamu. Ah, aku bisa melihat matamu dengan lebih jelas. Kedua mata yang menjadi matahari yang selalu aku cari.

Jangan hujan dulu, aku kan belum cerita. Tentang cita-cita masa kecilku menjadi seorang petani. Aku selalu suka dengan pemandangan hamparan sawah yang aku lihat setiap perjalanan pulang ke rumah nenek.  Semudah itu aku jatuh hati – mungkin rasanya sama seperti pertama kali melihatmu. Bukannya bahagia bisa duduk seharian di pematang sambil memandangi lautan padi menguning sambil sesekali menyesap teh hangat?

Iya, jangan hujan dulu, aku belum cerita. Tentang lagu-lagu yang aku suka dan diam-diam kusenandungkan, sambil memandangmu dari kejauhan. Lagu-lagu yang membuat aku menemukanmu di sepotong lirik, lalu aku ulang tanpa pernah terasa usang. Aku tahu, kamu terkadang pura-pura bersemangat dengan pilihan laguku, sebaliknya aku akan selalu bersemangat ketika ada sedikit waktu bersamamu.

Tunggu, jangan hujan dulu, aku belum cerita. Tentang doa-doa yang aku kirimkan ke langit setiap hari. Kubuka dengan mengucapkan namamu dan kututup dengan mengamini harapanku. Tentang mantra-mantra yang aku selipkan di setiap langkahmu, agar kamu selalu kembali. Tapi sayangnya aku lupa, doaku kurang sempurna. Kamu kembali, tapi bukan untuk aku, tapi untuk nama yang kamu sebut di dalam doa-doamu, yang tak pernah ada namaku.

Jangan hujan dulu, aku belum cerita. Aku selalu berpikir mencintaimu adalah hal yang paling berat. Tapi aku salah, melupakanmu ternyata segalanya lebih dari itu.

Mungkin, biarkan saja hujan turun, karena akhirnya membuat aku tersadar, bahkan bumi pun perlu bersedih. Bukan hanya aku. (*)

Dimas-Novriandi_black_high-res

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.