Alasan Untuk Bahagia

Tiba-tiba ingatan saya kembali ke beberapa belas tahun yang lalu, ketika masa-masa saya menjalani OSPEK (Orientasi Studi & Pengenalan Kampus) sewaktu menjadi mahasiswa baru di UGM dulu. Seperti biasa kami harus mengikuti orientasi mahasiswa tingkat Universitas sebelum mengikuti orientasi tingkat masing-masing Fakultas.

Pada masa itu saya bisa dibilang mahasiswa yang (sebenarnya) berkecukupan. Selain saya sudah menjalani kuliah setahun sebelumnya di salah satu kampus swasta dengan biaya dari orang tua sepenuhnya, saya juga sudah bekerja paruh waktu di Dagadu dan terkadang juga ditambah menjadi Sales Promotion Boy berbagai produk. Artinya secara materi, saya memilikinya lebih dari apa yang saya minta.

Tetapi terkadang masih timbul rasa iri pada diri saya. Kenapa ya teman-teman saya bisa punya handphone lebih kekinian? Kenapa saya hanya pakai kendaraan yang biasa saja dibandingkan beberapa teman yang lain? Dan masih banyak pertanyaan lainnya di kepala saya. Saya sering merasa tidak cukup. Saya merasa… kurang bahagia.

Hingga suatu hari, sepulang dari OSPEK, saya mengobrol panjang dengan salah satu mahasiswi dari kota kecil di Lampung. Sosoknya kecil, sederhana, senyumnya manis, dan anaknya sangat cerdas – karena ia bisa diterima tanpa tes masuk pada waktu itu. Sepanjang jalan boulevard kampus dengan seragam hitam putih dan senja yang mulai turun, kami bercerita sambil tertawa tentang banyak hal sampai pada titik entah mengapa kami berdiskusi mengenai biaya hidup di Kota Jogja. Kemudian ia mengatakan, “Iya, Mas Dimas. Jogja ini kota yang murah, ya… Saya dikirimin orang tua 75.000 per bulan dan rasanya cukup sekali. Untung saya tinggal sama paman, jadi malah bisa nabung sedikit”.

Wajah saya seperti tertampar, “Dia bisa bahagia dan bersyukur dengan dana bulanan yang tak banyak. Sedangkan aku? Duit sebesar itu mungkin bisa terbuang begitu saja untuk nongkrong di warnet dalam seminggu dan hal-hal tak penting lainnya. Dan itu pun kadang masih terasa kurang”.

wil-stewart-14962-unsplash

Saya terdiam. Pikiran saya seperti memasuki labirin dan terasa sesak. Saya merasa sangat tidak bersyukur atas apa yang sudah saya miliki pada masa itu. Tuhan menegur dengan caranya.

Esok harinya, saya pun pulang bersama teman pria yang satu kelompok di OSPEK. Saya mampir ke kosnya dengan fasilitas yang tidak lebih baik dari apa yang saya tempati (pada masa itu saya tinggal di kamar tidak begitu besar, ditemani kipas angin, dan satu kamar mandi luar yang harus berbagi dengan enam orang lainnya). Dia pun menceritakan betapa nyaman bisa tinggal di sana dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Lalu kami melanjutkan bercerita, sambil menyantap makan malam nasi bungkus di atas satu piring plastik yang dibawanya dari kota kecil di Jawa Tengah. Dia bersyukur atas apa yang ia miliki pada saat itu, bisa makan dengan cukup, bertemu teman-teman baru, apalagi dia juga bercerita bahwa tidak mudah untuk bisa kuliah karena banyak pengorbanan yang harus dilakukan olehnya dan keluarganya.

Kedua teman ini memiliki satu kesamaan. Mereka datang untuk berjuang dan menunjukkan bahwa mereka bisa menghadapi segala rintangan. Mereka mungkin tidak seberuntung banyak orang dalam hal materi, tetapi mereka kaya akan rasa bahagia.

Ada satu hal yang saya pelajari,

“I truly respect the people who stay strong even when they have every right to break down”.

Jadi, sampai saat ini, ketika saya merasa jatuh atau mendapatkan jauh dari apa yang saya harapkan, saya akan melihat dan belajar dari sekitar, ternyata banyak hal kecil yang sepatutnya dapat membuat kita merasa kaya akan rasa bahagia.

Bahagia bisa minum kopi sambal bercerita di pagi hari, bahagia dikelilingi teman-teman kantor yang luar biasa, bahagia melihat keluarga yang sehat, dan bahagia karena kita memang akan selalu punya alasan untuk bahagia, baik dalam keadaan sulit atau pun senang.

Semua orang pantas untuk bahagia. Aku, kamu, dan mereka. (*)

Dimas-Novriandi_black_high-res

4 thoughts on “Alasan Untuk Bahagia”

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.