Berduka Itu Tidak Ada Tanggal Kadaluwarsa; Kita Tak Perlu Merasa Bersalah Untuk Itu

Tujuh belas tahun yang lalu, saya kehilangan ibu untuk selamanya. Waktu itu, saya baru akan menginjak usia 21 tahun dan saya masih ingat ketika kakak saya dengan sangat tiba-tiba di malam hari meminta saya segera pulang ke Jakarta. In short story, ketika saya sampai di rumah, mimpi terburuk saya dalam hidup telah terjadi. Dan dunia saya tidak pernah sama lagi, sampai detik ini.

Belajar untuk menghadapi rasa duka bukanlah persoalan yang mudah. Tetiba banyak hal kecil yang mengingatkan saya akan sosok ibu yang tersampaikan dengan begitu sederhana. Sesimpel momen penting orang lain dalam hidup seperti ulang tahun, wisuda, sampai makan malam keluarga di meja sebelah, yang seringnya membuat ada kekosongan yang semakin dalam di hati.

Tetapi di balik itu saya berusaha untuk tegar. Saya ingat seminggu setelah ibu saya tiada, saya harus segera bekerja karena terikat kontrak yang sudah saya tandatangani jauh hari. I need to be strong and I believe I can handle this. Saya ingin menunjukkan ke semua orang bahwa saya tegar dan bisa menghadapi situasi berduka itu.

Photo by Kendall Lane on Unsplash

Namun, ketika saya semakin berusaha untuk tegar, saya semakin menyadari bahwa saya hanya membohongi diri sendiri. Bahkan sampai pada satu titik, I was lost. Saya tidak ingat apa yang saya lakukan dalam beberapa masa. Saya tidak ingat materi kuliah yang disampaikan oleh dosen pascakejadian itu. Saya tidak ingat isi jawaban di soal-soal ujian tengah/akhir semester di kampus. Saya merasakan kehilangan yang semakin hari semakin pelik. Intinya, saya tidak pernah selesai berduka karena ternyata saya memang tidak pernah untuk memulai rasa duka saya. Saya terlalu fokus untuk menjadi sosok yang โ€˜dewasaโ€™ dan bisa diandalkan. Saya tidak memberikan kesempatan untuk merasakan marah, kecewa, ataupun depresi, serta untuk menerima semua rasa itu.

Saya ingat, beberapa orang mengatakan bahwa semua akan jauh lebih mudah seiring berjalannya waktu. Sesungguhnya, saya tidak berpikir hal itu akan terjadi. Saya percaya bahwa rasa duka itu tidak ada tanggal kadaluwarsa; kita hanya menemukan cara yang berbeda untuk menghadapi rasa itu dalam hidup kita, dan kita tak perlu merasa bersalah untuk itu. Karena ada masa dimana saya berusaha menunjukkan saya tegar, tetapi setiap menceritakan kenangan tentang ibu saya, itโ€™s still melts me like butter.

Jika saya boleh berbicara dengan diri saya sendiri pada masa itu, saya akan menyampaikan bahwa kamu tidak perlu merasa bersalah dengan kesedihan yang kamu miliki. Kamu berhak untuk berduka sesering yang kamu mau, selama mungkin yang kamu inginkan. Lebih penting lagi, saya akan bilang kepadanya untuk memberikan waktu merasakan semua yang ada di dalam hati, daripada menyembunyikan perasaan itu dari orang lain, serta berusaha tampak tegar.

Saya mengakui bahwa kenangan tentang ibu masih membuat hati ini terasa kosong dan rasa ini tidak akan pernah tergantikan. Tapi saya juga menyadari, bahwa semangatnya akan selalu hidup bersama saya – dalam setiap senyum saya, tulisan yang saya curahkan, dan kenangan-kenangan yang selalu ada di setiap orang yang mengenalnya.

Saya pun menyadari, kunci dalam menghadapi rasa duka akan kehilangan orang yang kita cintai adalah untuk tidak mencoba dan menyegerakannya berhenti selekas mungkin. Kesedihan tidak akan berhenti karena kehendak kita, meskipun banyak waktu yang kita habiskan dengan mencoba sekuat mungkin untuk meyakinkan diri sendiri. Saat ini, saya lebih mensyukuri dan mengingat semua kenangan-kenangan indah bersamanya, bukan lagi rasa sedih yang muncul setelahnya.

In the end, we always feel that we lost a loved one too soon. My mother gave me twenty one good years. For me, it is an amazing way to look at the positive as I went through a dark time.

Selama masih ada waktu, syukuri waktu yang kita miliki dengan orang-orang tercinta di sekeliling kita dan pilihlah berbahagia. (*)

Dimas-Novriandi_black_high-res

5 thoughts on “Berduka Itu Tidak Ada Tanggal Kadaluwarsa; Kita Tak Perlu Merasa Bersalah Untuk Itu”

  1. Saya baru kehilangan Ibu saya seminggu yang lalu, tepat sebulan sebelum 5 tahun Papa saya meninggal.
    “If broken heart by love (boyfriend/ girlfriend) can be healed by time, the pain of losing our parents getting more hurt each day..”

    I can’t say that I’m better now, because I know I won’t.. And maybe you feel the same too.
    But I’ll be stronger. For them.

    Stay strong for you too, ka!
    They’re watching over us from Heaven. Amin.

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.